Rabu, 14 Juli 2021

"Penuhi Kebutuhan Pangan Warga Terdampak PPKM"

catatan : Sugeng Teguh Santoso (Ketua Umum Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia)

PEMBERLAKUAN Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Jawa Bali 3 juli sampai 20 Juli 2021, basis hukumnya Inmendagri nomor 5 tahun 2021, sebagai tindak lanjut arahan Presiden. 

Fakta di lapangan, PPKM darurat ini sama saja dengan karantina wilayah sebagaimana pasal 54 dan 55 UU nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Pemberlakuan PPKM  berbasis Inmendagri 5 tahun 2021 dalam praktek di lapangan menimbulkan efek berantai ; penerapan sanksi denda, pelarangan dan atau pergerakan manusia antarwilayah, buruh harian, pekerja UMKM tidak dapat lagi uang untuk biaya hidupnya sementara bantuan langsung tunai (BLT) terbatas pada orang-orang masuk kategori miskin. 

Dalam penegakannya menimbulkan masalah. Inmendagri bukanlah regulasi yang memiliki kekuatan paksa dalam bentuk sanksi. Hanya UU yang bisa menerapkan sanksi pidana ataupu administratif. Denda adalah jenis sanksi pidana untuk pelangggaran ringan dengan sidang tipiring. 

PPKM darurat Jawa Bali atas dasar Inmendagri 5 tahun 2021 yang dalam aturannya melakukan pembatasan dan sanksi bila dipandang dari hirarki peraturan perundang-undangan tidak dapat digunakan sebagai instrumen hukum yang memuat alat paksa sanksi. 

Sanksi hanya dapat diterapkan dengan menggunakan UU. Instrumen UU untuk mengatasi pandemi karena Covid-19 ini sesungguh ya sudah ada yaitu UU nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. 

Pemberlakuan PPKM darurat Jawa Bali ini sesungguhnya sama dengan pemberlakuan pasal 52, 53 dan 54 dan 55 UU 6 tahun 2018, yaitu tentang Karantina Wilayah. Pertanyaannya apakah UU 6 tahun 2018 menjadi dasar konsideran Inmendagri nomor 5 tahun 2021 tentang PPKM darurat Jawa Bali 3 - 20 Juli tersebut? 

Atau ia lepas dari keberlakuan UU 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.? Pasal 52, 53, 54 dan 55 UU 6 tahun 2018 menyatakan bahwa penerapan karantina rumah dan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran Covid-19 dilakukan dengan pembatasan pergerakan orang/barang/hewan ternak di suatu rumah atau wilayah dan untuk itu pemerintah harus memberikan pemenuhan kebutuhan pangan warga yang dibatasi pergerakannya di suatu wilayah tertentu. 

UU 6 tahun 2018 sangat jelas menegaskan adanya kewajiban pemerintah memenuhi kebutuhan pangan warga karena pemberlakuan larangan aktivitas orang di suatu wilayah tertentu. 

Secara faktual PPKM darurat Jawa Bali adalah pemberlakuan karantina wilayah. Pertanyaannya mengapa tidak diberlakukan UU 6 tahun 2018 yang sangat jelas mengatur karantina wilayah dan ada peran kewajiban negara memenuhi kebutuhan pangan. 

Pemerintah menyadari konsekuensi pemberlakuan UU 6 tahun 2018 yaitu harus memenuhi kebutuhan pangan warga dalam wilayah tersebut, akan tetapi pemerintah justru menghindari tanggung jawab tersebut dengan cara memberlakukan Inmendagri nomor 4 tahun 2021 yang di dalam aturan tersebut tidak ada kejelasan hak warga untuk mendapat pemenuhan kebutuhan pangannya. 

Penerapan aturan PPKM ini bisa dibaca sebagai isyarat bahwa negara/pemerintah sudah tidak memiliki kecukupan anggaran untuk pemenuhan pangan warga yang diwajibkan. Rakyat dibiarkan mencari jalannya sendiri. Ketika mereka mencari jalannya sendiri untuk survive pemerintah menindak, ini adalah situasi absurd bernegara. (*) 
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

Info Harga Sembako Jogja

INFO CUACA KALTIM